Tahukah Anda...??

Mengapa Masuk Nur Al Rahman ???

Selamat datang di Kampus Nur Al Rahman, tempat kami berikhtiar sepenuh hati mempersiapkan anak-anak yang cerdas komprehensif menuju pribadi paripurna (Insan Kamil) dalam bingkai ibadah mangharap ridho Ilahi.
Anak....
Adalah pribadi yang unik, suci, fitrah.
Ia merupakan mutiara, kebanggaan dan harapan keluarga.
Tapi ia juga bisa menjadi ujian dan beban orangtua ...
Bila kita salah mendidiknya.

Pada tahun 1904 psikolog Perancis, Alferd Binet mengembangkan sebuah standar penilaian kecerdasan seseorang dengan kecerdasan Intelektualnya (IQ). Tahun 1983 psikolog Harvard, Howard Gardner mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya ada delapan kecerdasan atau sepuluh kecerdasan yang dikenal dengan Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk/ Jamak/ Berganda) dan sering disingkat dengan MI. Tahun 1999 Daniel Goleman menemukan Emotional Quotient (EQ) dan dua tahun kemudian Danah Zohar dan Ian Marshal menulis buku Spiritual Quotient (SQ). Seiring dengan itu Ary Ginanjar Agustian menawarkan model Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan pakar manajemen Stephen R Covey melengkapi dengan The 8th Habit dengan konsep SQ, EQ, PQ dan IQ.
Dari perkembangan teori kecerdasan tersebut semakin mengukuhkan bahwa anak terlahir bersama potensi dirinya (Fitrah) sebagaimana hadis Rasulullah SAW. Lantas orangtualah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.
Semua bayi dilahirkan cerdas, 9.999 dari 10.000 bayi itu dengan begitu cepat dan sembrono dijadikan tidak cerdas lagi oleh orang-orang dewasa.(Buckminster Fuller).
Kesuksesan seseorang, 20% dipengaruhi oleh IQ-nya dan sekitar 80% ditentukan oleh kecerdasan yang lain.
Sadar akan pentingnya pendidikan yang hakiki, kami TK & SDIT Nur Al Rahman bertekad untuk mewujudkan Visi dan Misi dengan tujuan memfasilitasi anak menjadi pribadi paripurna (insan kamil) yang cerdas komprehensif ( SQ,EQ, PQ dan IQ)

12 Alasan Mengapa Memilih Nur Al Rahman?
1. Visi
Berakhlaq mulia, mandiri dan unggul dalam prestasi menuju insan Indonesia bermartabat, cerdas komprehensif dan kompetitif.
2. Strategi
· Menerapkan -Asma`ul Husna Values- dalam proses pendidikan.
· Pembiasaan Akhlaqul Karimah.
· Melaksanakan Pembelajaran yang Utuh (Holistic) dan Bermakna (Meaningfull) dengan proses:
Asmau`ul Husna Values—Jiwa/Feeling—Pikiran/Thinking—Ucapan/Tindakan—
Kebiasaan/Habits—Karakter/Akhalq—Nasib/Masa Depan.
Jadi Kecerdasan Spiritual (SQ) akan menentukan nasib atau masa depannya.
3. Pendidik Sepenuh Hati
Guru- guru Nur Al Rahman tidak sekedar menstranfer ilmu tetapi juga mendidik dan membina anak sepenuh hati dengan semangat dakwah menuju ridho Ilahi Robi.
4. Fasilitas Memadai
Sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran di Nur Al Rahman cukup representatif dengan suasana lingkungan yang cukup kondusif.
5. Kurikulum Terintegrasi
Kurikulum di Nur Al Rahman menggunakan Kurikulum Standar Nasional Pendidikan dan Kurikulum Khas Nur Al Rahman , Kurikulum keunggulan lokal dan global yang terintegrasi dengan nilai-nilai keislaman sehingga menekankan proses pembelajaran yang utuh(Holistic), menyeluruh (Komprehensif) dan Bermakna
6. Target Pembelajaran Komprehensif
Target pembelajaran sampai kelas 6 SD meliputi tiga indikator visi (Akhlak Mulia, Mandiri dan Unggul Prestasi) yang meliputi 4 ranah kecerdasan yang komprehensif (SQ, EQ, PQ dan IQ)

7. Full Day School – Belajar 5 Hari
Dengan waktu belajar yang cukup lama di sekolah memungkinkan anak terhindar dari pengaruh lingkungan yang kurang positif dan merupakan alternatif bagi ibu rumah tangga yang punya banyak aktifitas di luar rumah (Karier).
§ Kegiatan Belajar diasuh oleh 2 guru pembimbing.
§ Jumlah siswa perkelas maksimal 24 anak.
§ Waktu Belajar Senin-Jum`at (5 hari belajar)
Senin-Kamis: Kelas 1-2 (07.00 – 14.00)
Kelas 3-6 (07.00 - 15.30)
Jum`at : Kelas 1- 6 (07.00 - 12.30)

§ Pengembangan Diri (Ekskul-Kids Club)
Jum`at : Kelas 1-2 (12.45-14.45)
Kelas 3-6 (12.45-16.15)

8. Sekolah Sambil Ngaji dan Pembiasaan Sejak Dini
Selain belajar umum, anak-anak juga dibekali dengan ilmu keagamaan dan dibiasakan dengan adab dan akhlak islami sejak dini.

9. Bilingual Class
Dalam menyongsong tantangan global dan menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) proses pembelajaran menggunakan pengantar bahasa Inggris (Bilingual)

10. Pembinaan Pribadi Mandiri
Untuk menyiapkan generasi yang siap berkompetisi, anak-anak juga dilatih dan dibina secar fisik agar sehat dan kuat jasmani, terampil, tanggungjawab, berjiwa leader dan entrepreneur.

11. Lulusan dan Prestasi
TK dan SDIT Nur Al Rahman didirikan sejak tahun 1998-1999. Bukan sekedar eksperimen tapi telah terbukti bahwa lulusan kami teruji dan bersaing dalam prestasi.
Lulusan Sekolah
§ 70% melanjutkan ke SMP Negeri SBI&Reguler (SMPN 1, 2, 3, 6, 10 Cimahi & SMPN 1, 2, 4, 5, 7, 9, 15 Bandung).
§ 30% melanjutkan ke SMP/IT FI, Darul Hikam, Lab School Salman Al Farisi, Al Azhar Bandung, Umul Quro Jkt dan Pesantren Asy-Syifa Subang, Husnul Khotimah Kuningan.
Prestasi Sekolah
§ Juara I Olimpiade IPA Tingkat Cimahi
§ Juara II Olimpiade IPA Tingkat Prpipinsi Jawa Barat
§ Kontingen Olimpiade IPA Tingkat Nasional
§ Juara III UKS Tingkat Kota Cimahi
§ Juara III Olimpiade Matematika Salman ITB
§ Juara III Lomba Story English Salman Al Farisi Bandung
§ Juara III Lomba Tahfiz Qur’an Juz 30 Salman Al Farisi Bandung
§ Juara I Lomba Macky Quiz Terbuka Bee Club Creative English
§ Juara III Lomba Story Reading Bee Club Creative English
§ Juara III Lomba Tilawah Al Qur’an LPPOM MUI Jabar
§ Juara I Lomba K3 Tingkat Kota Cimahi
§ Juara I dan III Lomba MTQ Juz 30 Mesjid Habiburrahman Bandung
§ Juara I,II dan III Lomba Cipta Puisi Pameran Pendidikan Indonesia
§ Juara I,II dan III Lomba Menerbangkan Pesawat Kertas Kategori SD PT.DI

12. Tidak Mahal (Untuk Investasi Ukhrawi)
“Murah itu mahal, mahal itu murah”, inilah ungkapan yang tepat untuk harga sebuah proses pendidikan. Pendidikan yang asal murah akan mahal akibatnya dikemudian hari jika tidak dipertimbangkan proses yang utuh dan menyeluruh.Sebaliknya pendidikan yang terencana secara holistik dan komprehensif boleh jadi mahal tapi akan terasa murah dikemudian hari.
Rp.10.000.000,- s/d Rp. 25.000.000,- jika kita ikhlaskan untuk sedekah /infakkan dalam investasi pendidikan anak maka Insya Allah, Allah akan melipat gandakan menjadi Rp.70.000.000,- ; Rp 250.000.000,- sampai 2.500.000.000,- bahkan sampai tak terhingga terserah kehendak Allah `Aza wajala. Amin. Semoga kita semua termasuk orangtua yang beruntung....

12 Oktober 2009

Core Pancasila yang Terabaikan dalam Pendidikan

Oleh. Ahmad Kusaeri
(Guru SDIT Nur Al-Rahman Cimahi)

Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab (UU No. 20/ 2003).
Jika dilihat dari tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU Sisdiknas tahun 2003, sangat jelas kental menekankan pada aspek apektif peserta didik. Artinya, pendidikan merupakan ikhtiar “memanusiakan manusia” seperti yang sering diungkapkan para ahli pendidikan. Namun, jika kita lihat kenyataannya, realisasi dari tujuan tersebut masih bias dan timpang dari harapan. Betapa tidak, deretan tindakan "amoral" hampir setiap hari kita dengar bahkan kita saksikan. Ironisnya, itu semua dilakukan orang-orang yang pernah atau sedang bergelut dengan bangku sekolah. Kesannya, pendidikan seolah melahirkan permasalahan bukan memberikan solusi. Padahal, semestinya, pendidikan menjadi kekuatan untuk mengubah ketidakberaturan ke arah keteraturan, kebobrokan moral menuju makarimal akhlak, kekeringan spiritual ke arah power of spiritualism, dan seterusnya.
Akan tetapi, sepertinya hal itu dianggap dingin-dingin saja, yang lebih heboh justru ketika lulusan pendidikan tidak mampu menyeimbangkan dengan tuntutan dunia usaha, nilai (kognitif) yang kecil. Padahal ketika moralitas suatu bangsa rusak, rusaklah yang lainnya. Kesan yang muncul kemudian pendidikan kita hanya menitikberatkan pada aspek kognitif belaka. Sebagai buktinya, UN sampai saat ini justru menjadi alat kelulusan, yang notabene hanya mengukur aspek kognitifnya belaka.
Padahal pendidikan, jika "memang" mau konsisten saja seperti dikatakan dalam UU Sisdiknas, pendidikan berdasarkan Pancasila. Artinya, dalam Pancasila terdapat lima sila. Pertama, orang Indonesia harus beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agamanya masing-masing. Makna penting dari sila ini adalah dalam kebudayaan kita tidak boleh berkembang sekulerisme dan ateisme.
Nilai tersebut kemudian menjiwai empat nilai lainnya. Dengan demikian, nilai kedua ialah kemanusiaan yang adil dan beradab berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan sila yang lainnya sampai sila lima yang berdasarkan pada sila yang pertama. Dari sini dapat ditarik asumsi, bahwa nilai pertama mempunyai fungsi ganda, satu sisi merupakan salah satu nilai dari lima nilai dasar, pada sisi lain sila ini menempati inti (core) yang menjiwai, mewarnai, atau mendasari, serta mengarahkan empat nilai lainnya. Asumsi ini menurut penulis sangat beralasan, pasalnya hal itu tergambar pada lambang burung garuda, di situ gambar bintang mengambil sebagian daerah empat lambang lainnya.
Dari situ saja, jika pendidikan berdasarkan Pancasila berarti pendidikan harus menjadikan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi inti pendidikan. Berarti pula, pendidikan harus dapat menghantarkan output pendidikan yang memiliki keimanan, ketakwaan, serta berkarakter (akhlak) luhur. Hal ini sangat serasi dengan tujuan pendidikan yang menyatakan pendidikan memanusiakan manusia.
Sudah saatnya, pendidikan kita tidak hanya berorientasi kognitif saja, melainkan harus mampu digiring pada pengetahuan yang integratif, seimbang antara IQ, EQ, dan SQ. Jika dunia pendidikan kita masih memaksakan diri hanya mengedepankan aspek rasio, bukan tidak mungkin masa kehancuran akan menunggu kita, seperti halnya dunia Barat. Menurut Nietzsche (1844-1900), Barat telah mengalami kekeliruan besar, yaitu mereka terlalu mendewakan rasio, sehingga mereka berada di ambang kehancuran. Seperti yang diungkapkan juga oleh Capra, bahwa kekeliruan Barat adalah karena kebudayaannya dibangun hanya dengan menggunakan paradigma rasionalisme yang kemudian melahirkan positivisme.
Oleh karena itu, dengan semangat momentum hari kesaktian Pancasila (1 Oktober) tahun ini, maka tidak ada alasan lagi untuk menunda merekonstruksi paradigma pendidikan kita menuju pendidikan yang integratif, agenda pendidikan yang tidak hanya mengembangkan koginisi saja, melainkan pendidikan yang kelak bisa mengantarkan insan masa depan yang cerdas spiritualnya, emosional, dan inteligensinya. Dengan begitu, pendidikan kita akan selaras dengan apa yang diamanatkan dalam dasar negaranya, yaitu Pancasila, semoga, amin.

0 komentar:

Nur Al Rahman Newsflash

* "Tahukan Anda ? ...bahwa iklan jam atau jam tangan umumnya menunjukkan waktu pk. 10.10?", ...orang-orang Yunani, Romawi dan Ibrani di masa lampau sangat menggemari anagram? Demikian pula pada Abad Pertengahan banyak orang yang bermain-main dengan anagram, ... bahwa di tempat yang banyak pepohonan, semak belukar dan berbagai tumbuhan lainnya terdapat sekitar 50.000 laba-laba untuk setiap 4.000 meter perseginya? Laba-laba sangat penting untuk keseimbangan dalam alam. Setiap tahun mereka memakan serangga yang beratnya ratusan kali berat tubuhnya sendiri.*

TK & SDIT Nur Al Rahman's Fan Box

Pengikut